BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai
Bangsa Indonesia, kita tentu mengetahui dasar negara kita yang terkenal akan
kesakralannya, yang terkenal dengan semboyannya "Bhineka Tunggal
Ika". Di mana simbolnya merupakan lambang keagungan Bangsa Indonesia yang
terpancar dalam bentuk Burung Garuda. Simbol di dadanya merupakan pengamalan
hidup yang menjadikan Indonesia benar-benar khas Ideologi dari Bangsa
Indonesia. Itulah lambang Negara kita, pengamalan sekaligus Ideologi kita,
Pancasila.
Di
dalam pancasila terkandung banyak nilai di mana dari keseluruhan nilai tersebut
terkandung di dalam lima garis besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perjuangan dalam memperebutkan kemerdekaan tak jua lepas dari nilai Pancasila.
Sejak zaman penjajahan hingga sekarang, kita selalu menjunjung tinggi
nilai-nilai Pancasila tersebut.
Indonesia
hidup di dalam berbagai macam keberagaman, baik itu suku, bangsa, budaya dan
agama. Dari ke semuanya itu, Indonesia berdiri dalam suatu keutuhan. Menjadi
kesatuan dan bersatu di dalam persatuan yang kokoh di bawah naungan Pancasila
dan semboyannya, Bhineka Tunggal Ika.
Tidak
jauh dari hal tersebut, Pancasila membuat Indonesia tetap teguh dan bersatu di
dalam keberagaman budaya dan menjadikan Pancasila sebagai dasar kebudayaan yang
menyatukan budaya satu dengan yang lain. Karena ikatan yang satu itulah,
Pancasila menjadi inspirasi berbagai macam kebudayaan yang ada di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Dari
latar belakang di atas, dapat diambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut
:
1. Apa
yang dimaksud dengan Pancasila ?
2. Apa
saja nilai - nilai yang terkandung dalam sila - sila Pancasila ?
3. Apa
saja contoh nyata penyimpangan nilai – nilai Pancasila ?
1.3 Tujuan
Dari
rumusan masalah di atas, maka dapat diambil tujuan sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui pengertian dari Pancasila.
2. Untuk
mengetahui nilai – nilai yang terkandung dalam sila Pancasila.
3. Untuk
mengetahui contoh nyata penyimpangan nilai – nilai Pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pancasila
Pancasila adalah ideologi dasar bagi
negara Indonesia. Pancasila terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Sanskerta
yaitu, panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas.
Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Lima sendi
utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil
dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Pembukaan Undang-undang
Dasar 1945.
Meskipun
terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung
dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945,
tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
2.2 Nilai – nilai yang Terkandung Dalam
Sila Pancasila
Nilai
adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin, dan menyadarkan
manusia akan harkat dan martabatnya. Dalam Dictionary of Sociology an Related Sciences
nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia. Menurut C Klukhon, nilai bukanlah keinginan
melainkan apa yang diinginkan. Sedang menurut Kamus ilmiah populer nilai adalah
ide tentang apa yang baik, benar, bijaksana, dan apa yang berguna, sifatnya
lebih abstrak dari norma.
Nilai dibagi menjadi dua macam yaitu
:
~ Nilai
yang mendarah daging yaitu nilai yang sudah menjadi kepribadian bawah sadar
atau yang mendorong timbulnya tindakan tanpa berpikir panjang lagi. Contohnya :
orang yang taat beragama maka akan menderita saat ia melanggar larangan dari
norma agama tersebut.
~ Nilai
dominan yaitu nilai yang dianggap lebih penting daripada nilai-nilai yang lain.
Beberapa pertimbangan dominan atau tidaknya nilai tersebut bisa dilihat dari :
*
Banyaknya orang yang menganut nilai tersebut.
* Lamanya nilai tersebut dirasakan
oleh anggota kelompok tersebut.
* Tingginya usaha mempertahankan
nilai tersebut.
* Tingginya kedudukan orang-orang
yang membawakan nilai tersebut.
Pancasila di rumuskan bukan semata
tanpa arti. Dalam setiap sila dalam Pancasila mengandung nilai-nilai luhur.
Nilai-nilai inilah yang jika diterapkan secara konsisten dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara dapat menjadi pendorong untuk kemajuan bangsa.
Nilai – nilai yang terkandung dalam
Sila Pancasila yaitu sebagai berikut :
1.
Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa
Inti sila
ketuhanan yang maha esa adalah kesesuaian sifat-sifat dan hakikat Negara dengan
hakikat Tuhan. Kesesuaian itu dalam arti kesesuaian sebab-akibat. Maka dalam
segala aspek penyelenggaraan Negara Indonesia harus sesuai dengan hakikat
nila-nilai yang berasal dari tuhan, yaitu nila-nilai agama. Telah dijelaskan di
muka bahwa pendukung pokok dalam penyelenggaraan Negara adalah manusia,
sedangkan hakikat kedudukan kodrat manusia adalah sebagai makhluk berdiri
sendiri dan sebagai makhluk tuhan. Dalam pengertian ini hubungan antara manusia
dengan tuhan juga memiliki hubungan sebab-akibat. Tuhan adalah sebagai sebab
yang pertama atau kausa prima, maka segala sesuatu termasuk manusia adalah
merupakan ciptaan Tuhan.
Hubungan
manusia dengan tuhan, yang menyangkut segala sesuatu yang berkaitan dengan
kewajiban manusia sebagai makhluk tuhan terkandung dalam nilai-nilai agama.
Maka menjadi suatu kewajiban manusia sebagai makhluk tuhan, untuk
merealisasikan nilai-nilai agama yang hakikatnya berupa nila-nilai kebaikan,
kebenaran dan kedamaian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Disisi
lain Negara adalah suatu lembaga kemanusiaan suatu lembaga kemasyarakatan yang
anggota-anggotanya terdiri atas manusia, diadakan oleh manusia untuk manusia,
bertujuan untuk melindungi dan mensejahterakan manusia sebagai warganya. Maka
Negara berkewajiban untuk merealisasikan kebaikan, kebenaran, kesejahteraan,
keadilan perdamaian untuk seluruh warganya.
Maka
dapatlah disimpulkan bahwa Negara adalah sebagai akibat dari manusia, karena
Negara adalah lembaga masyarakat dan masyarakat adalah terdiri atas
manusia-manusi adapun keberadaan nilai-nilai yang berasal dari tuhan. Jadi
hubungan Negara dengan tuhan memiliki hubungan kesesuaian dalam arti sebab
akibat yang tidak langsung, yaitu Negara sebagai akibat langsung dari manusia
dan manusia sebagai akibat adanya tuhan. Maka sudah menjadi suatu keharusan
bagi Negara untuk merealisasikan nilai-nilai agama yang berasal dari tuhan.
Jadi
hubungan antara Negara dengan landasan sila pertama, yaitu ini sila ketuhanan
yang mahaesa adalah berupa hubungan yang bersifat mutlak dan tidak langsung.
Hal ini sesuai dengan asal mula bahan pancasila yaitu berupa nilai-nilai agama
, nilai-nilai kebudayaan, yang telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman
dahulu kala yang konsekuensinya harus direalisasikan dalam setiap aspek
penyelenggaraan Negara.
2.
Sila
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Inti sila
kemanusiaan yang adil dan beradab adalah landasan manusia. Maka konsekuensinya
dalam setiap aspek penyelengaraan Negara antara lain hakikat Negara, bentuk
Negara, tujuan Negara , kekuasaan Negara, moral Negara dan para penyelenggara
Negara dan lain-lainnya harus sesuai dengan sifat-sifat dan hakikat manusia.
Hal ini dapat dipahami karena Negara adalah lembaga masyarakat yang terdiri
atas manusia-manusia, dibentuk oleh anusia untuk memanusia dan mempunyai suatu tujuan
bersama untuk manusia pula. Maka segala aspek penyelenggaraan Negara harus
sesuai dengan hakikat dan sifat-sifat manusia Indonesia yang monopluralis ,
terutama dalam pengertian yang lebih sentral pendukung pokok Negara berdasarkan
sifat kodrat manusia monodualis yaitu manusia sebagai individu dan makhluk
social.
Oleh karena
itu dalam kaitannya dengan hakikat Negara harus sesuai dengan hakikat sifat
kodrat manusia yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk social. Maka bentuk
dan sifat Negara Indonesia bukanlah Negara individualis yang hanya menekankan
sifat makhluk individu, namaun juga bukan Negara klass yang hanya menekankan
sifat mahluk social , yang berarti manusia hanya berarti bila ia dalam
masyarakat secara keseluruhan . maka sifat dan hakikat Negara Indonesia adalah
monodualis yaitu baik sifat kodrat individu maupun makhluk social secara
serasi, harmonis dan seimbang. Selain itu hakikat dan sifat Negara Indonesia
bukan hanya menekan kan segi kerja jasmani belaka, atau juga bukan hanya
menekankan segi rohani nya saja, namun sifat Negara harus sesuai dengan kedua
sifat tersebut yaitu baik kerja jasmani maupun kejiwaan secara serasi dan
seimbang, karena dalam praktek pelaksanaannya hakikat dan sifat Negara harus
sesuai dengan hakikat kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk berdiri seniri
dan makhluk tuhan.
3.
Sila
Persatuan Indonesia
Inti sila
persatuan Indonesia yaitu hakikat dan sifat Negara dengan hakikat dan
sifat-sifat satu. Kesesuaian ini meliputi sifat-sifat dan keadaan Negara
Indonesia yang pada hakekatnya merupakan suatu kesatuan yang utuh, setiap
bagiannya tidak berdiri sendiri-sendiri. Jadi Negara merupakan suatu kesatuan
yang utuh , setiap bagiannya tidak berdiri sendiri-sendiri. Jadi Negara
Indonesia ini merupakan suatu kesatuan yang mutlak tidak terbagi-bagi ,
merupakan suatu Negara yang mempunyai eksistensi sendiri, yang mempunyai bentuk
dan susunan sendiri. Mempunyai suatu sifat-sifat dan keadaan sendiri. Kesuaian
Negara dengan hakikat satu tersebut meliputi semua unsur-unsur kenegaraan baik
yang bersifat jasmaniah maupun rohania, baik yang bersifat kebendaan maupun
kejiwaan. Hal itu antara lain meliputi rakyat yang senantiasa merupakan suatu
kesatuan bangsa Indonesia, wilayah yaitu satu tumpah darah Indonesia,
pemerintah yaitu satu pemerintahan Indonesia yang tidak bergantung pada Negara
lain, satu bahasa yaitu bahasa nasional indoneisa,satu nasib dalam sejarah,
satu jiwa atau satu asas kerokhanian pancasila. Kesatuan dan persatuan Negara,
bangsa dan wilayah Indonesia tersebut, membuat Negara dan bangsa indoneisa
mempunyai keberadaan sendiri di antara Negara-negara lain di dunia ini
Dalam
kaitannya dengan sila persatuan Indonesia ini segala aspek penyelenggaraan
Negara secara mutlak harus sesuai dengan sifat-sifat dan hakikat satu. Oleh karena
itu dalam realisasi penyelenggaraan negaranya, baik bentuk Negara, penguasa
Negara, lembaga Negara, tertib hukum, rakyat dan lain sebagainya harus sesuai
dengan hakikat satu serta konsekuensinya harus senantiasa merealisakan kesatuan
dan persatuan. Dalam pelaksanaannya realisasi persatuan dan kesatuan ini bukan
hanya sekedarberkaitan dengan hal persatuannya namun juga senantiasa bersifat
dinamis yaitu harus sebagaimana telah dipahami bahwa Negara pada hakekatnya
berkembang secara dinamis sejalan dengan perkembangan zaman, waktu dan keadaan.
4.
Sila
Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/perwakilan.
Inti sila
keempat adalah kesesuaian sifat-sifat dan hakikat Negara dengan sifat-sifat dan
hakikat rakyat. Dalam kaitannya dengan sila keempat ini, maka segala aspek
penyelenggaraan Negara harus sesuai dengan sifat-sifat dan hakekat rakyat, yang
merupakan suatu keseluruhan penjumlahan semua warga Negara yaitu Negara
Indonesia. Maka dalam penyelenggaraan Negara bukanlah terletak pada suatu orang
dan semua golongan satu buat semua, semua buat satu. Dalam hal ini Negara
berdasarkan atas hakikat rakyat , tidak pada golongan atau individu. Negara
berdasarkan atas permusyawaratan dan kerjasama dan berdasarkan atas kekuasaan
rakyat. Negara pada hakikatnya didukung oleh rakyat oleh rakyat itu dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan. Negara dilakukan untuk kepentingan seluruh
rakyat , atau dengan lain perkataan kebahagian seluruh rakyat dijamain oleh
Negara.
Dalam
praktek pelaksanaannya pengertian kerakyatan bukan hanya sekedar berkaitan
dengan pengertian rakyata secara kongkrit saja namun mengandung suatu asas
kerokhanian , mengandung cita-cita kefilsafatan. Maka pengertian kesesuaian
dengan hakikat rakyat tersebut, juga menentukan sifat dan keadaan Negara, yaitu
untuk keperluan seluruh rakyat . maka bentuk dan sifat-sifat Negara mengandung
pengertian suatu cita-cita kefilsafatan yang demokrasi yang didalam
pelaksanaannya meliputi demokrasi politik dan demokrasi politik dan demokrasi sosial
ekonomi.
Telah
dijelaskan di muka bahwa pendukung pokok Negara adalah manusia yang bersifat
monodualis sedangkan rakyat pada hakikatnya terdiri atas manusia-manusai. Oleh
karena itu kesesuaian Negara dengan hakikat rakyat ini berkaitan dengan sifat
Negara kita, yaitu Negara demokrasi monodualis, yang berarti demokrasi yang
sesuai dengan sifat kodrat manusia yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk
social dalam suatu kesatuan dwitunggal, dalam keseimbangan dinamis yang selalu
sesuai dengan situasi, kondisi dan keadaan zaman. Dalam pelaksanaannya
demokrasi monodualis ini juga bersifat kekeluargaan yaitu prinsip hidup bersama
yang bersifat kekeluargaan.
5.
Sila
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Inti sila kelima yaitu “keadilan”
yang mengandung makna sifat-sifat dan keadaan Negara Indonesia harus sesuai
dengan hakikat adil, yaitu pemenuhan hak dan wajib pada kodrat manusia hakikat
keadilan ini berkaitan dengan hidup manusia , yaitu hubungan keadilan antara
manusia satu dengan lainnya, dalam hubungan hidup manusia dengan tuhannya, dan
dalam hubungan hidup manusia dengan dirinya sendiri. Keadilan ini sesuai dengan
makna yang terkandung dalam pengertian sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil
dan beradab. Selanjutnya hakikat adil sebagaimana yang terkandung dalam sila
kedua ini terjelma dalam sila kelima, yaitu memberikan kepada siapapun juga apa
yang telah menjadi haknya oleh karena itu inti sila keadilan social adalah
memenuhi hakikat adil.
Realisasi keadilan dalam praktek
kenegaraan secara kongkrit keadilan social ini mengandung cita-cita
kefilsafatan yang bersumber pada sifat kodrat manusia monodualis , yaitu sifat
kodrat manusia sebagai individu dan makhluk social. Hal ini menyangkut
realisasi keadilan dalam kaitannya dengan Negara Indonesia sendiri (dalam
lingkup nasional) maupun dalam hubungan Negara Indonesia dengan Negara lain
(lingkup internasional).
Dalam lingkup nasional realisasi
keadilan diwujudkan dalam tiga segi (keadilan segitiga) yaitu:
1.
Keadilan
distributive, yaitu hubungan keadilan antara Negara dengan warganya. Negara
wajib memenuhi keadilan terhadap warganya yaitu wajib membagi-bagikan terhadap
warganya apa yang telah menjadi haknya.
2.
Keadilan
bertaat (legal), yaitu hubungan keadilan antara warga Negara terhadap Negara.
Jadi dalam pengertian keadilan legal ini negaralah yang wajib memenuhi keadilan
terhadap negaranya.
3.
Keadilan
komulatif, yaitu keadilan antara warga Negara yang satu dengan yang lainnya,
atau dengan perkataan lain hubungan keadilan antara warga Negara.
Selain itu secara kejiwaan cita-cita
keadilan tersebut juga meliputi seluruh unsur manusia, jadi juga bersifat
monopluralis. Sudah menjadi bawaan hakikatnya hakikat mutlak manusia untuk
memenuhi kepentingan hidupnya baik yang ketubuhan maupun yang kejiwaan, baik
dari dirinya sendiri-sendiri maupun dari orang lain, semua itu dalam realisasi
hubungan kemanusiaan selengkapnya yaitu hubungan manusia dengan dirinya
sendiri, hubungan manusia dengan manusia lainnya dan hubungan manusia dengan
Tuhannya.
2.3 Contoh Penyimpangan Nilai –
nilai Pancasila
1.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Kasus yang bertentangan dengan adanya
sila pertama adalah :
Bom Bali I
Bom Bali 2002 atau bisa disebut Bom Bali I adalah
rangkaian tiga peristiwa pengeboman yang terjadi pada malam hari tanggal 12
Okteber 2012. Dua ledakan pertama terjadi di Paddy's Pub dan Sari Club (SC) di
Jalan Legian, Kuta,Bali. Sedangkan ledakan terakhir terjadi di dekat Kantor
Konsulat Amerika Serikat, walaupun jaraknya cukup berjauhan. Rangkaian
pengeboman ini merupakan pengeboman pertama yang kemudian disusul oleh
pengeboman dalam skala yang jauh lebih kecil yang juga bertempat di Bali pada
tahun 2005. Tercatat 202 korban jiwa dan 209 orang luka-luka atau cedera,
kebanyakan korban merupakan wisatawan asing yang sedang berkunjung ke lokasi
yang merupakan tempat wisata tersebut. Peristiwa ini dianggap sebagai peristiwa
terorismeterparah dalam sejarah Indonesia.
2. Sila
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Kasus yang bertentangan dengan sila
kedua ini adalah :
Hutang Ciptakan Ketidakadilan bagi
Rakyat Miskin
Upaya
pemerintah untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang yang dinilai sudah
mencapai taraf membahayakan telah memunculkan ketidakadilan bagi rakyat kecil
pembayar pajak. Pasalnya, saat ini, penerimaan pajak, baik dari pribadi
maupun pengusaha, digenjot untuk bisa membayar pinjaman, termasuk utang yang
dikemplang oleh pengusaha hitam obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
(BLBI). Hal ini berarti rakyat kecil pembayar pajak seakan dipaksa menyubsidi
pengusaha kaya pengemplang BLBI. Akibatnya, kemampuan penerimaan negara dari
pajak justru kian berkurang untuk program peningkatan kesejahteraan pembayar
pajak seperti jaminan sosial, pendidikan, dan kesehatan.
3. Sila Persatuan Indonesia
Kasus yang menyimpang dari nilai sila
ketiga ini adalah :
Organisasi
Papua Merdeka (OPM)
Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah sebuah gerakan
nasionalis yang didirikan tahun 1965 yang bertujuan untuk mewujudkan
kemerdekaan Papua bagian barat dari pemerintahan Indonesia. Sebelum era
reformasi, provinsi yang sekarang terdiri atas Papua dan Papua Barat ini
dipanggil dengan nama Irian Jaya.
OPM merasa bahwa mereka tidak memiliki hubungan sejarah
dengan bagian Indonesia yang lain maupun negara-negara Asia lainnya. Penyatuan
wilayah ini ke dalam NKRI sejak tahun 1969 merupakan buah perjanjian antara
Belanda dengan Indonesia dimana pihak Belanda menyerahkan wilayah tersebut yang
selama ini dikuasainya kepada bekas jajahannya yang merdeka, Indonesia.
Perjanjian tersebut oleh OPM dianggap sebagai penyerahan dari tangan satu
penjajah kepada yang lain.
4. Sila Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan.
Kasus yang menyimpang dari sila ini
adalah :
Hukuman Antara
Koruptor Dengan Pencuri Kakao, dan Semangka.
Saya tidak tahu apakah Polisi dan
Jaksa kita kekurangan pekerjaan sehingga kasus pengambilan 3 biji kakao senilai
Rp 2.100 harus dibawa ke pengadilan. Begitu pula dengan kasus pencurian satu
buah semangka, di mana kedua tersangka disiksa dan ditahan polisi selama 2
bulan dan terancam hukuman 5 tahun penjara. Sebaliknya untuk kasus hilangnya
uang rakyat senilai rp 6,7 trilyun di Bank Century, polisi dan jaksa nyaris
tidak ada geraknya kecuali pak Susno Duadji yang ke Singapura menemui Anggoro
salah satu penerima talangan Bank Century. Ini juga membuktikan bagaimana
Indonesia yang kaya alamnya ini tidak memberi manfaat apa-apa bagi rakyatnya.
Pihak asing bebas mengambil minyak, gas, emas, perak, tembaga senilai ribuan
trilyun/tahun dari Indonesia. Tapi rakyat Indonesia mayoritas hidup miskin.
Baru mengambil 3 biji kakao saja langsung dipenjara. Itulah gambaran hukum yang
terjadi di Indonesia. Tidak adanya keadilan hukuman antara rakyat miskin dengan
orang yang berkuasa. Hal in menunjukkan bahwa hukum di Indonesia dapat dengan
mudahnya diperjual belikan bagi mereka yang mempunyai uang. Memang sungguh
ironis ini terjadi dinegara kita, yang notabennya adalah negara hukum, tetapi
hukum yang berjalan sangatlah amburadul. Seharusnya pemerintah lebih tegas
kepada mafia hukum, yang telah banyak mencuri hak-hak rakyat kecil. Satgas
pemberantasan mafia hukum seharusnya segera melakukan langkah-langkah penting.
Salah satu yang perlu dilakukan adalah memberikan efek jera kepada para pejabat
yang ketahuan memberikan fasilitas lebih dan mudah kepada mereka yang terlibat
dalam kejahatan. Selain itu, kepada para pelaku kejahatan yang terbukti mencoba
atau melakukan transaksi atas nama uang, harus diberikan hukuman tambahan.
Memberikan efek jera demikian akan membuat mereka tidak ingin berpikir
melakukan hal demikian lagi.
5. Sila Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia
Kasus yang terjadi dari penyimpangan sila
kelima ini adalah :
Kehidupan Antara
Warga Jakarta dengan Papua
Kehidupan
masyarakat papua dengan masyarakat jakarta tentulah sangat berbeda, yang
penduduknya juga merupakan penduduk Indonesia juga, tetapi kehidupan mereka
sangat jauh berbeda. Masih banyak masyarakat papua yang memakai koteka,
pembangunan di derah tersebut juga tidak merata. Kita bandingkan saja dengan
kehidupan masyarakat di Jakarta, banyak orang-orang memakai pakaian yang
berganti-ganti model, banyak bangunan menjulang tinggi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pancasila adalah ideologi dasar
bagi negara Indonesia. Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan
Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
dan tercantum pada paragraf ke-4 Pembukaan Undang-undang Dasar
1945.
Di
dalam Pancasila terkandung nilai – nilai
disetiap silanya yaitu (1) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, maka dalam segala aspek penyelenggaraan
Negara Indonesia harus sesuai dengan hakikat nila-nilai yang berasal dari
tuhan, yaitu nila-nilai agama. (2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab,dalam sila
ini sangat menjunjung tinggi tinggi nilai kemanusiaan, melakukan kegiatan-kegiatan
kemanusiaan dan berani membela kebenaran dan keadilan. (3) Persatuan Indonesia,
inti sila yang ketiga ini adalah hakikat dan
sifat Negara dengan hakikat dan sifat-sifat satu. (4) Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan dan Perwakilan, yang berarti manusia Indonesia sebagai
warga negara dan warga masyarakat Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan
kewajiban yang sama untuk melakukan apapun. (5) Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, ini merupakan sila
yang terakhir dari Pancasila. Dalam sila ini mengandung nilai Dalam
rangka ini dikembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan
dan kegotongroyongan. Untuk itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama,
menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta menghormati hak-hak orang
lain.
Contoh
penyimpangan nyata terhadap nilai – nilai Pancasila dari sila pertama sampai
sila kelima seperti: Bom Bali I, Hutang
ciptakan ketidakadilan bagi rakyat miskin, Organisasi
Papua Merdeka (OPM), Hukuman antara koruptor dengan pencuri kakao dan
semangka serta kehidupan antara warga Jakarta dengan Papua.
3.2
Saran
Masyarakat
sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia tentunya diharapkan
mampu meresapi dan melaksanakan nilai-nilai luhur pancasila dalam kehidupan
sehari-hari. Penyimpangan yang terjadi terhadap nilai luhur pancasila bukanlah
kesalahan satu puhak saja. Tetapi lembaga yang terkait dengan penanaman
nilai-nilai dasar pancasila juga turut bertanggung jawab. Sehingga sangat diperlukan peranan dari
pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada
masyarakat, sehingga penyimpangan-penyimpangan terhadap nilai Pancasila menjadi
berkurang.
DAFTAR
PUSTAKA
Kaelan.2008.Pendidikan
Pancasila.Yogyakarta:Paradigma.
Tamburaka,Rustam.1995.Pendidikan Pancasila.Jakarta:PT Dunia Pustaka Jaya.
Buku Kewarganegaraan.2005. Pancasila sebagai Dasar dan Ideologi Negara.Jakarta:Yudhistira.
Ita,D.2011.”Prilaku
Yang Bertentangan Dengan Nilai Nilai
Pancasila.”http://rumahsehatkiita.wordpress.com/2011/12/09/prilaku-yang-bertentangan-dengan-nilai-nilai-pancasila/(diakses
pada 3 Okteber 2013)
http://kuliahade.wordpress.com/2010/07/30/pancasila-penjelasan-sila-sila
(diakses pada 3 Oktober 2013).
www.pengertianahli.com/2013/05/pengertian-pancasila-sebagai-dasar.html
/(diakses pada 3 Okteber 2013).
http://sithi.blogspot.com/2011/04/nilai-nilai-yang-terkandung-dalam.html
/(diakses pada 3 Okteber 2013).
Sipp
ReplyDeletehatur nuhun kang
ReplyDeleteizin ambil jadi referensi gan
ReplyDeletematur nuwun kang..
ReplyDeleteSangat membantu